Karakter atau jati diri Islam Indonesia adalah moderasi, yang dalam bahasa Qur’ani disebut wasathiyah. Moderasi Islam Indonesia terwujud dalam tawasuth, tawazun, ta’adul dan tasamuh dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam terminologi kajian Islam internasional, Islam wasathiyah sering diterjemahkan sebagai ‘justlybalanced Islam’—‘Islam berkeseimbangan secara adil’—atau juga ‘middle path Islam’—‘Islam jalan tengah’.

Paradigma moderasi Islam wasathiyah berlandaskan ayat alQur’an, Surah al-Baqarah (2): 143 tentang ummatan wasathan: “Demikian pula Kami telah menjadikan kamu [umat Islam] ummatan wasathan agar kamu menjadi saksi [atas[ perbuatan manusia dan agar Rasul [Muhammad] menjadi saksi atas [perbuatan] kamu”.

Menurut Profesor Mohammad Hashim Kamali dalam The Middle Path of Moderation in Islam: The Qur’anic Principle of Wasatiyyah (2015), penyebutan umat Islam sebagai ummatan wasathan (midmost community) juga berarti sebagai umat terbaik yang pernah diciptakan Allah (Alu ‘Imran 3: 110). Umat Islam didedikasikan untuk peningkatan kebajikan dan pencegahan kemungkaran, pembangunan bumi untuk kesejahteraan manusia dan penegakan keadilan.

Menurut Wahbah al-Zuhayli, “dalam percakapan umum di antara kalangan ahli di masa kita, wasathiyah berarti moderasi dan keseimbangan (i’tidal) dalam keimanan, moralitas dan karakter; dalam cara memperlakukan orang lain; dan dalam sistem terapan tatanan sosial-politik dan tata pemerintahan”.

Kebalikan wasathiyah adalah ekstrimisme (tatharruf) yang menurut pandangan Islam dapat berlaku bagi siapapun yang melewati batas dan ketentuan syari’ah. Tatharruf juga berlaku bagi orang yang melewati batas moderasi, pandangan mayoritas umat (ra’y al-jama’ah); dan juga bagi orang yang bertindak dalam norma dan praktek lazim sudah berlebihan dan aneh.

Umat Islam Indonesia umumnya menerapkan Islam wasathiyah. Tradisi umat Islam Indonesia sebagai ummatan wasathan terbentuk melalui perjalanan sejarah panjang. Tradisi ini dimulai dengan proses Islamisasi yang berlangsung damai dengan menekankan inklusivisme, akomodasi dan akulturasi Islam dengan budaya lokal. Proses ini awalnya mengakibatkan sinkretisme Islam dengan kepercayaan lokal. Tetapi gelombang demi gelombang pembaharuan Islam terus berlangsung—membawa pemikiran dan praktek kaum Muslimin Indonesia lebih dekat dan menjadi lebih sesuai dengan ortodoksi Islam.

Proses-proses ini membentuk ortodoksi Islam Indonesia. Meski dalam prinsip aqidah dan ibadah hampir tidak ada beda antara kaum Muslimin Indonesia dengan saudara-saudara seiman-seislam mereka di tempat-tempat lain, jelas pula terdapat distingsi Islam Indonesia.

Dengan paradigma dan praksis wasathiyah, umat Islam Indonesia tercegah dari sektarianisme keagamaan, kesukuan dan sosial-politik bernyala-nyala. Kaum Muslimin Indonesia dengan pemahaman dan praktek keislaman berbeda dalam hal ranting (furu’iyah) terhindar dari pertikaian dan konflik yang bisa tidak berujung.

Dengan distingsi wasathiyah itu pula arus utama Muslim Indonesia bersikap inklusif, akomodatif dan toleran pada umat beragama lain. Tanpa kepenganutan Islam wasathiyah, dengan realitas demografis Muslim sebagai mayoritas absolut penduduk di negeri ini sulit dibayangkan bisa terwujud negara-bangsa Indonesia.

Jati diri Islam Indonesia wasathiyah memiliki ortodoksinya sendiri, terdiri dari tiga aspek; kalam (teologi) Asy’ariyah-Jabariyah, fiqh mazhab Syafi’i dan tasawuf al-Ghazali. Ketiga aspek ortodoksi ini terbentuk khususnya sejak abad 17-18 dan seterusnya.

Ortodoksi Islam Indonesia wasathiyah—memodifikasi kerangka antropolog Robert Redfield (1897-1958)—menjadi ‘tradisi besar’ (great tradition) yang mencakup berbagai ‘tradisi lokal’ (local tradition) yang dipraktekkan suku-suku dan komunitas Muslim beragam. Interaksi dan tukar menukar yang berlangsung terus menerus di antara kedua tradisi ini menghasilkan konvergensi aliran dan paham keagamaan, yang kian memperkuat Islam Indonesia wasathiyah.

Berbagai dinamika dan perubahan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda, Jepang, Orde Lama dan Orde Baru tidak mampu menggoyahkan jati diri Islam Indonesia wasathiyah. Sebaliknya, konsolidasi Islam Indonesia washatiyah terus berlanjut, tidak hanya dalam hal murni keagamaan seperti aqidah dan ibadah, tetapi juga dalam kelembagaan ormas Islam, pendidikan Islam (pesantren, madrasah dan sekolah Islam), pelayanan kesehatan dan penyantunan sosial.

Tantangan serius terhadap Islam wasathiyah Indonesia justru mulai muncul sejak masa pasca-Orde Baru—era yang ditandai demokratisasi dan liberalisasi politik. Memanfaatkan kebebasan politik dan sosial, berbagai paham dan praksis Islam transnasional eksklusif—dengan ortodoksi tidak kompatibel dengan Islam Indonesia wasathiyah— berusaha mendapat pengikut di Indonesia.

Ketidaksesuaian itu Islam Indonesia wasathiyah dengan paham dan praksis Islam transnasional eksklusif pertama-tama terlihat dari paradigma keislamannya. Paham dan praksis Islam transnasional bersifat literal yang dengan mudah menjerumuskan para pengikutnya ke dalam ekstrimisme dan radikalisme.

Tak kurang pentingnya adalah menyangkut politik. Jika Islam wasathiyah Indonesia dengan karakter inklusifnya telah menerima empat prinsip dasar dalam negara-bangsa Indonesia, yaitu NKRI, UUD 1945, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika, sebaliknya gerakan transnasional eksklusif mengimpikan dawlah Islamiyah dan/atau khilafah.

Ormas-ormas Islam yang memegangi jati diri wasathiyah seperti NU, Muhammadiyah dan banyak lagi ormas lain di seantero Indonesia memiliki peran krusial dalam menjaga keutuhan negara-bangsa Indonesia. Karena itu, ormas-ormas ini perlu senantiasa memperkuat jati diri Islam Indonesia wasathiyah.

Dengan konsolidasi dan penguatan terus menerus, mereka dapat menjadi aktor utama, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga untuk aktualisasi Islam rahmatan lil ‘alamin dan penciptaan kedamaian di Dunia Muslim secara keseluruhan. Hanya dengan kedamaian, umat Islam dapat kembali memberi sumbangan signifikan dalam pembangunan peradaban berkeadaban dan berkemajuan.

Sumber : Islam Indonesia 2020

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments