Perencanaan Pembelajaran dan Asesmen

Daftar Isi

Pemerintah menetapkan Capaian Pembelajaran (CP) sebagai kompetensi yang ditargetkan. Namun demikian, CP tidak cukup konkret untuk memandu kegiatan pembelajaran seharihari. CP perlu diurai menjadi tujuan-tujuan pembelajaran yang lebih operasional dan konkret, yang dicapai satu persatu oleh peserta didik hingga mereka mencapai akhir fase. Proses berpikir dalam merencanakan pembelajaran ditunjukkan dalam Gambar 2 di bawah ini.

Proses Perancangan Kegiatan Pembelajaran

Pendidik dapat (1) mengembangkan sepenuhnya alur tujuan pembelajaran dan/atau perencanaan pembelajaran, (2) mengembangkan alur tujuan pembelajaran dan/atau rencana pembelajaran berdasarkan contoh-contoh yang disediakan pemerintah, atau (3) menggunakan contoh yang disediakan. Pendidik menentukan pilihan tersebut berdasarkan kemampuan masing-masing. Dalam Platform Merdeka Mengajar, pemerintah menyediakan contoh-contoh alur tujuan pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran atau yang sering dikenal sebagai RPP, dan modul ajar. Dengan kata lain, setiap pendidik perlu menggunakan alur tujuan pembelajaran dan rencana pembelajaran untuk memandu mereka mengajar; akan tetapi mereka tidak harus mengembangkannya sendiri.

Proses perancangan kegiatan pembelajaran dalam panduan ini dibuat dengan asumsi bahwa pendidik akan mengembangkan alur tujuan pembelajaran dan rencana pembelajaran secara mandiri, tidak menggunakan contoh yang disediakan pemerintah. Oleh karena 
itu, apabila pendidik menggunakan contoh, proses ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan kata lain, proses dalam Gambar 2 tidak harus dilakukan secara lengkap oleh seluruh pendidik. 
 

A. Memahami Capaian Pembelajaran (CP)

Capaian Pembelajaran (CP) merupakan kompetensi pembelajaran yang harus dicapai peserta didik pada setiap fase, dimulai dari fase fondasi pada PAUD. Jika dianalogikan dengan sebuah perjalanan berkendara, CP memberikan tujuan umum dan ketersediaan waktu yang tersedia untuk mencapai tujuan tersebut (fase). Untuk mencapai garis finish, pemerintah membuatnya ke dalam enam etape yang disebut fase. Setiap fase lamanya 1-3 tahun. Berikut ini adalah beberapa contoh pemanfaatan fase-fase Capaian Pembelajaran dalam perencanaan pembelajaran: 

■ Pembelajaran yang fleksibel. Ada kalanya proses belajar berjalan lebih lambat pada suatu periode (misalnya, ketika pembelajaran di masa pandemi COVID-19) sehingga dibutuhkan waktu lebih panjang untuk mempelajari suatu konsep. Ketika harus “menggeser” waktu untuk mengajarkan materi-materi pelajaran yang sudah dirancang, pendidik memiliki waktu lebih panjang untuk mengaturnya.  

■ Pembelajaran yang sesuai dengan kesiapan peserta didik. Fase belajar seorang peserta didik menunjukkan kompetensinya, sementara kelas menunjukkan kelompok (cohort) berdasarkan usianya. Dengan demikian, ada kemungkinan peserta didik berada di kelas III SD, namun belajar materi pelajaran untuk Fase A (yang umumnya untuk kelas I dan II) karena ia belum tuntas mempelajarinya. Hal ini berkaitan dengan mekanisme kenaikan kelas yang disampaikan dalam Bab VII (Mekanisme Kenaikan Kelas dan Kelulusan).  

■ Pengembangan rencana pembelajaran yang kolaboratif. Satu fase biasanya lintas kelas, misalnya CP Fase D yang berlaku untuk Kelas VII, VIII, dan IX. Saat merencanakan pembelajaran di awal tahun ajaran, guru kelas VIII perlu berkolaborasi dengan guru kelas VII untuk mendapatkan informasi tentang sampai mana proses belajar sudah ditempuh peserta didik di kelas VII. Selanjutnya ia juga perlu berkolaborasi dengan guru kelas IX untuk menyampaikan bahwa rencana pembelajaran kelas VIII akan berakhir di suatu topik atau materi tertentu, sehingga guru kelas IX dapat merencanakan pembelajaran berdasarkan informasi tersebut.

Catatan untuk Pengawas/Penilik: 

Pengawas/penilik dapat mendiskusikan dan mendukung proses belajar pendidik untuk mengembangkan perencanaan pembelajaran. Pada saat berdiskusi dengan pendidik, pengawas/penilik perlu fokus pada bagaimana proses perencanaan dilakukan, misalnya: 

  • Apakah guru berkolaborasi lintas kelas sebagaimana yang dicontohkan di atas?
  • Apakah perencanaan di suatu kelas memperhatikan topik atau konsep yang sudah dikuasai peserta didik di kelas sebelumnya? 
  • Apakah pendidik memperhatikan perkembangan peserta didik ketika merencanakan pembelajaran? 
  • Apakah perencanaan pembelajaran memperhatikan perkembangan peserta didik dan kesinambungan proses pembelajaran antar kelas?
 
Untuk Pendidikan dasar dan menengah, CP disusun untuk setiap mata pelajaran. Tabel 3.1 memperlihatkan pembagian fase. 
 

 

Ada beberapa hal yang perlu dipahami tentang kekhasan CP sebelum memahami isi dari capaian untuk setiap mata pelajaran. 

  • Dalam CP, kompetensi yang ingin dicapai ditulis dalam paragraf yang memadukan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau disposisi untuk belajar. Sementara karakter dan kompetensi umum yang ingin dikembangkan dinyatakan dalam profil pelajar Pancasila secara terpisah. Dengan dirangkaikan sebagai paragraf, ilmu pengetahuan yang dipelajari peserta didik menjadi suatu rangkaian yang berkaitan. 
  • CP dirancang dengan banyak merujuk kepada teori belajar Konstruktivisme dan pengembangan kurikulum dengan pendekatan “Understanding by Design” (UbD) yang dikembangkan oleh Wiggins & Tighe (2005). Dalam kerangka teori ini, “memahami” merupakan kemampuan yang dibangun melalui proses dan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat menjelaskan, menginterpretasi dan mengaplikasikan informasi, menggunakan berbagai perspektif, dan berempati atas suatu fenomena. Dengan demikian, pemahaman bukanlah suatu proses kognitif yang sederhana atau proses berpikir tingkat rendah. 
  • Memang apabila merujuk pada Taksonomi Bloom, pemahaman dianggap sebagai proses berpikir tahap yang rendah (C2). Namun demikian, konteks Taksonomi Bloom sebenarnya digunakan untuk perancangan pembelajaran dan asesmen kelas yang lebih operasional, bukan untuk CP yang lebih abstrak dan umum. Taksonomi Bloom lebih sesuai digunakan untuk menurunkan/ menerjemahkan CP ke tujuan pembelajaran yang lebih konkret.
  • Naskah CP terdiri atas rasional, tujuan, karakteristik, dan capaian per fase. Rasional menjelaskan alasan pentingnya mempelajari mata pelajaran tersebut serta kaitannya dengan profil pelajar Pancasila. Tujuan menjelaskan kemampuan atau kompetensi yang dituju setelah peserta didik mempelajari mata pelajaran tersebut secara keseluruhan. Karakteristik menjelaskan apa yang dipelajari dalam mata pelajaran tersebut, elemen-elemen atau domain (strands) yang membentuk mata pelajaran dan berkembang dari fase ke fase. Capaian per fase disampaikan dalam dua bentuk, yaitu secara keseluruhan dan capaian per fase untuk setiap elemen. Oleh karena itu, penting untuk pendidik mempelajari CP untuk mata pelajarannya secara menyeluruh. 
 

Memahami CP adalah langkah pertama yang sangat penting. Setiap pendidik perlu familiar dengan apa yang perlu mereka ajarkan, terlepas dari apakah mereka akan mengembangkan kurikulum, alur tujuan pembelajaran, atau silabusnya sendiri atau tidak. Beberapa contoh pertanyaan reflektif yang dapat digunakan untuk memandu guru dalam memahami CP, antara lain: 

  • Kompetensi apa saja yang perlu dimiliki peserta didik untuk sampai di capaian pembelajaran akhir fase?  
  • Kata-kata kunci apa yang penting dalam CP? 
  • Apakah ada hal-hal yang sulit saya pahami? 
  • Apakah capaian yang ditargetkan sudah biasa saya ajarkan? Selain untuk mengenal lebih mendalam mata pelajaran yang diajarkan, memahami CP juga dapat memantik ide-ide pengembangan rancangan pembelajaran. 
 

Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk memantik ide: 

  • Bagaimana capaian dalam fase ini akan dicapai anak didik? 
  • Materi apa saja yang akan dipelajari dan seberapa luas serta mendalam? 
  • Proses belajar seperti apa yang akan ditempuh peserta didik? 

Catatan untuk pimpinan satuan pendidikan: Berdasarkan umpan balik yang diterima Kemendikbudristek, sebagian pendidik masih mengalami kesulitan untuk memahami CP secara utuh. Oleh karena itu, pendidik dapat dianjurkan untuk berpartisipasi dalam komunitas di mana mereka dapat mengembangkan profesionalisme mereka dan belajar lebih jauh tentang CP dan peran mereka untuk memfasilitasi peserta didik mencapai CP. 

Berikut ini adalah beberapa catatan penting tentang CP untuk jenis/jenjang: 

Pada PAUD, CP bertujuan untuk memberikan arah yang sesuai dengan usia perkembangan pada semua aspek perkembangan anak sehingga kompetensi pembelajaran yang diharapkan dicapai anak pada akhir PAUD dapat dipahami dengan jelas agar anak siap mengikuti jenjang pendidikan selanjutnya. Lingkup CP di PAUD dikembangkan dari tiga elemen stimulasi yang saling terintegrasi dan merupakan elaborasi dari aspekaspek perkembangan anak, yaitu nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, sosial emosional, bahasa; dan nilai Pancasila; serta bidang-bidang lain untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak sesuai dengan kebutuhan pendidikan Abad 21 di Indonesia. Tiga elemen stimulasi yang dimaksud, yaitu: 1) Nilai Agama dan Budi Pekerti; 2) Jati Diri; dan 3) Dasar-dasar Literasi, Matematika, Sains, Teknologi, Rekayasa, dan Seni; diharapkan dapat mengeksplorasi aspek-aspek perkembangan anak secara utuh dan tidak terpisah. 

Sementara itu, pada SMK terdapat beberapa kekhasan. Pendidik dapat melakukan analisis CP mata pelajaran kejuruan SMK bersama dengan mitra dunia kerja. Pada jenjang SMK terdapat program empat tahun sebagaimana tercantum dalam daftar konsentrasi keahlian yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pada program empat tahun pembelajaran diselenggarakan hingga kelas XIII mata pelajaran yang diajarkan pada kelas XIII adalah: Matematika, Bahasa Inggris, dan Praktik Kerja Lapangan. Capaian pembelajaran fase F berlaku pada pada mata pelajaran yang diajarkan hingga kelas XIII. 

Pada Pendidikan Kesetaraan, penyusunan alur tujuan pembelajaran memperhatikan alokasi waktu didasarkan pada pemetaan Satuan Kredit Kompetensi (SKK) yang ditetapkan oleh satuan pendidikan dengan bentuk pembelajaran tatap muka, tutorial, mandiri ataupun kombinasi secara proporsional dari ketiganya. Capaian pembelajaran pada mata pelajaran kelompok umum, mata pelajaran pemberdayaan, dan mata pelajaran keterampilan mengacu pada capaian pembelajaran yang ditetapkan oleh Pemerintah. Satuan pendidikan dapat mengembangkan capaian pembelajaran pada mata pelajaran keterampilan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik, lingkungan belajar dan satuan pendidikan. 

Pada Pendidikan Khusus, pembagian fase didasarkan pada usia mental peserta didik. Bagi peserta didik berkebutuhan khusus dengan hambatan intelektual, dapat menggunakan CP pendidikan khusus. CP pada peserta didik berkebutuhan khusus dengan hambatan intelektual dapat dilakukan lintas fase dan lintas elemen, sesuai dengan kondisi, kemampuan, hambatan dan kebutuhan. Sementara peserta didik berkebutuhan khusus tanpa hambatan intelektual menggunakan CP reguler dengan menerapkan prinsip modifikasi kurikulum. Di bawah ini adalah rumusan fase capaian pembelajaran pada Pendidikan Khusus.


 

 

B. Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Setelah memahami CP, pendidik mulai mendapatkan ide-ide tentang apa yang harus dipelajari peserta didik dalam suatu fase. Pada tahap ini, pendidik mulai mengolah ide tersebut, menggunakan kata-kata kunci yang telah dikumpulkannya pada tahap sebelumnya, untuk merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang dikembangkan ini perlu dicapai peserta didik dalam satu atau lebih jam pelajaran, hingga akhirnya pada penghujung Fase mereka dapat mencapai CP.  Oleh karena itu, untuk CP dalam satu fase, pendidik perlu mengembangkan beberapa tujuan pembelajaran. Dalam tahap merumuskan tujuan pembelajaran ini, pendidik belum mengurutkan tujuantujuan tersebut, cukup merancang tujuantujuan belajar yang lebih operasional dan konkret saja terlebih dahulu. Urutan-urutan tujuan pembelajaran akan disusun pada tahap berikutnya. Dengan demikian, pendidik dapat melakukan proses pengembangan rencana pembelajaran langkah demi langkah. 

Penulisan tujuan pembelajaran sebaiknya memuat 2 komponen utama, yaitu: 

1. Kompetensi, yaitu kemampuan atau keterampilan yang perlu ditunjukkan/ didemonstrasikan oleh peserta didik. Pertanyaan panduan yang dapat digunakan pendidik, antara lain: secara konkret, kemampuan apa yang perlu peserta didik tunjukkan? Tahap berpikir apa yang perlu peserta didik tunjukkan?   

2. Lingkup materi, yaitu konten dan konsep utama yang perlu dipahami pada akhir satu unit pembelajaran. Pertanyaan panduan yang dapat digunakan pendidik, antara lain: hal apa saja yang perlu mereka pelajari dari suatu konsep besar yang dinyatakan dalam CP? Apakah lingkungan sekitar dan kehidupan peserta didik dapat digunakan sebagai konteks untuk mempelajari konten dalam CP (misalnya, proses pengolahan hasil panen digunakan sebagai konteks untuk belajar tentang persamaan linear di SMA) 

Taksonomi Bloom berguna dalam proses perumusan tujuan pembelajaran. Namun demikian, Taksonomi Bloom ini telah direvisi seiring dengan perkembangan hasil-hasil penelitian. Anderson dan Krathwohl (2001) mengembangkan taksonomi berdasarkan 

Taksonomi Bloom, dan dinilai lebih relevan untuk konteks belajar saat ini. Anderson dan Krathwohl mengelompokkan kemampuan kognitif menjadi tahapan-tahapan berikut ini, dengan urutan dari kemampuan yang paling dasar ke yang paling tinggi sebagai berikut: 

Selain taksonomi di atas, untuk merumuskan tujuan pembelajaran, pendidik juga dapat merujuk pada teori lain yang dikembangkan oleh Tighe dan Wiggins (2005) tentang enam bentuk pemahaman. Sebagaimana yang disampaikan dalam penjelasan tentang CP, pemahaman (understanding) adalah proses berpikir tingkat tinggi, bukan sekadar menggunakan informasi untuk menjelaskan atau menjawab pertanyaan. Menurut Tighe dan Wiggins, pemahaman dapat ditunjukkan melalui kombinasi dari enam kemampuan berikut ini:

 

 

Marzano (2000) mengembangkan taksonomi baru untuk tujuan pembelajaran. Dalam taksonominya, Marzano menggunakan tiga sistem dalam domain pengetahuan. Ketiga sistem tersebut adalah sistem kognitif, sistem metakognitif, dan sistem diri (self-system). Sistem diri adalah keputusan yang dibuat individu untuk merespon instruksi dan pembelajaran: apakah akan melakukannya atau tidak. Sementara sistem metakognitif adalah kemampuan individu untuk merancang strategi 

untuk melakukan kegiatan pembelajaran agar mencapai tujuan. Selanjutnya sistem kognitif mengolah semua informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ada 6 level taksonomi menurut Marzano:

Panduan ini tidak mendorong pendidik untuk fokus pada satu teori saja. Sebaliknya, panduan ini memperlihatkan bahwa ada beberapa referensi yang dapat digunakan untuk merancang tujuan pembelajaran. Pendidik dapat menggunakan teori atau pendekatan lain dalam merancang tujuan pembelajaran, selama teori tersebut dinilai relevan dengan karakteristik mata pelajaran serta konsep/topik yang dipelajari, karakteristik peserta didik, dan konteks lingkungan pembelajaran. Beberapa catatan khusus terkait dengan perumusan tujuan pembelajaran di jenis dan jenjang pendidikan tertentu:  

■ Pada Capaian Pembelajaran PAUD,  penyusunan tujuan pembelajaran mempertimbangkan laju perkembangan anak, bukan kompetensi dan konten seperti pada jenjang lainnya. 

■ Pada Pendidikan Khusus, selain kompetensi dan konten, tujuan pembelajaran juga mencakup variasi dan akomodasi layanan sesuai karakteristik peserta didik. Selain itu, tujuan pembelajaran diarahkan pada terbentuknya kemandirian dalam aktivitas sehari-hari sampai kesiapan memasuki dunia  kerja.  

■ Pada pendidikan kesetaraan, dalam merumuskan tujuan pembelajaran memperhatikan karakteristik peserta didik, kebutuhan belajar dan kondisi lingkungan. 

■ Pada satuan pendidikan SMK, tujuan pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran dapat disusun bersama dengan mitra dunia kerja.

Pendidik memiliki alternatif untuk merumuskan tujuan pembelajaran dengan beberapa alternatif di bawah ini:   

■ Alternatif 1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara langsung berdasarkan CP

■ Alternatif 2. Merumuskan tujuan pembelajaran dengan menganalisis ‘kompetensi’ dan ‘lingkup Materi’ pada CP.

■ Alternatif 3. Merumuskan tujuan pembelajaran Lintas Elemen CP

Contoh masing-masing alternatif terdapat di lampiran, termasuk contoh cara merumuskan CP menjadi tujuan pembelajaran pada jenjang PAUD ada di lampiran.

 

C. Menyusun Alur Tujuan Pembelajaran

Setelah merumuskan tujuan pembelajaran, langkah berikutnya dalam perencanaan pembelajaran adalah menyusun alur tujuan pembelajaran. Alur tujuan pembelajaran sebenarnya memiliki fungsi yang serupa dengan apa yang dikenal selama ini sebagai “silabus”, yaitu untuk perencanaan dan pengaturan pembelajaran dan asesmen secara garis besar untuk jangka waktu satu tahun. Oleh karena itu, pendidik dapat menggunakan alur tujuan pembelajaran saja, dan alur tujuan
pembelajaran ini dapat diperoleh pendidik dengan:
(1) merancang sendiri berdasarkan CP,
(2) mengembangkan dan memodifikasi contoh yang disediakan, ataupun
(3) menggunakan contoh yang disediakan pemerintah.

Bagi pendidik yang merancang alur tujuan pembelajarannya sendiri, tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dikembangkan dalam tahap sebelumnya akan disusun sebagai satu alur (sequence) yang berurutan secara sistematis, dan logis dari awal hingga akhir fase. Alur tujuan pembelajaran juga perlu disusun secara linier, satu arah, dan tidak bercabang, sebagaimana urutan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari hari ke hari. Dalam menyusun alur tujuan pembelajaran, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan:
1. Tujuan pembelajaran adalah tujuan yang lebih umum bukan tujuan pembelajaran harian (goals, bukan objectives);
2. Alur tujuan pembelajaran harus tuntas satu fase, tidak terpotong di tengah jalan;
3. Alur tujuan pembelajaran perlu dikembangkan secara kolaboratif, (apabila guru mengembangkan, maka perlu kolaborasi guru lintas kelas/tingkatan dalam satu fase. Contoh: kolaborasi antara guru kelas I dan II untuk Fase A;
4. Alur tujuan pembelajaran dikembangkan sesuai karakteristik dan kompetensi yang dikembangkan setiap mata pelajaran. Oleh karena itu sebaiknya dikembangkan oleh pakar mata pelajaran, termasuk guru yang mahir dalam mata pelajaran tersebut;
5. Penyusunan alur tujuan pembelajaran tidak perlu lintas fase (kecuali pendidikan khusus);
6. Metode penyusunan alur tujuan pembelajaran harus logis, dari kemampuan yang sederhana ke yang lebih rumit, dapat dipengaruhi oleh karakteristik mata pelajaran, pendekatan pembelajaran yang digunakan (misal: matematik realistik);
7. Tampilan tujuan pembelajaran diawali dengan alur tujuan pembelajarannya terlebih dahulu, baru proses berpikirnya (misalnya, menguraikan dari elemen menjadi tujuan pembelajaran) sebagai lampiran agar lebih sederhana dan langsung ke intinya untuk guru;
8. Karena alur tujuan pembelajaran yang disediakan Kemendikbudristek merupakan contoh, maka alur tujuan pembelajaran dapat bernomor/huruf (untuk menunjukkan urutan dan tuntas penyelesaiannya dalam satu fase);
9. Alur tujuan pembelajaran menjelaskan SATU alur tujuan pembelajaran, tidak bercabang (tidak meminta guru untuk memilih). Apabila sebenarnya urutannya dapat berbeda, lebih baik membuat alur tujuan pembelajaran lain sebagai variasinya, urutan/alur perlu jelas sesuai pilihan/keputusan penyusun, dan untuk itu dapat diberikan nomor atau kode; dan
10. Alur tujuan pembelajaran fokus pada pencapaian CP, bukan profil pelajar Pancasila dan tidak perlu dilengkapi dengan pendekatan/strategi pembelajaran (pedagogi).

Dalam menyusun alur tujuan pembelajaran, pendidik dapat mengacu pada berbagai cara yang diuraikan pada tabel di bawah ini (Creating Learning Materials for Open and Distance Learning, 2005;  Doolittle, 2001; Morrison, Ross, &  Kemp, 2007; Reigeluth & Keller, 2009): 

Cara-Cara Menyusun Tujuan Pembelajaran Menjadi Alur Tujuan Pembelajaran

Metode pengurutan dari konten yang konkret dan berwujud ke konten yang lebih abstrak dan simbolis. Contoh: memulai pengajaran dengan menjelaskan tentang benda geometris (konkret) terlebih dahulu sebelum mengajarkan aturan teori objek geometris tersebut (abstrak).

Metode pengurutan dari konten bersifat umum ke konten yang spesifik. Contoh: mengajarkan konsep database terlebih dahulu sebelum mengajarkan tentang tipe database, seperti hierarki atau relasional.

Metode pengurutan dari konten paling mudah ke konten paling sulit. Contoh: mengajarkan cara mengeja kata-kata pendek dalam kelas bahasa sebelum mengajarkan kata yang lebih panjang.

Metode ini dilaksanakan dengan mengajarkan keterampilan komponen konten yang lebih mudah terlebih dahulu sebelum mengajarkan keterampilan yang lebih kompleks. Contoh: siswa perlu belajar tentang penjumlahan sebelum mereka dapat memahami konsep perkalian.

Metode ini dilaksanakan dengan mengajarkan tahap pertama dari sebuah prosedur, kemudian membantu siswa untuk menyelesaikan tahapan selanjutnya. Contoh: dalam mengajarkan cara menggunakan t-test dalam sebuah pertanyaan penelitian, ada beberapa tahap prosedur yang harus dilalui, seperti menulis hipotesis, menentukan tipe tes yang akan digunakan, memeriksa asumsi, dan menjalankan tes dalam sebuah perangkat lunak statistik.

Metode pengurutan yang meningkatkan standar performa sekaligus mengurangi bantuan secara bertahap. Contoh: dalam mengajarkan berenang, guru perlu menunjukkan cara mengapung, dan ketika siswa mencobanya, guru hanya butuh membantu. Setelah ini, bantuan yang diberikan akan berkurang secara bertahap. Pada akhirnya, siswa dapat berenang sendiri.

Di bawah ini adalah ilustrasi pemetaan alur tujuan pembelajaran dalam satu fase. Setiap kotak tujuan pembelajaran merupakan hasil perumusan tujuan pembelajaran yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya dan alur tujuan pembelajaran adalah tujuan-tujuan pembelajaran yang telah disusun.


Sebagaimana disampaikan pada penjelasan tentang CP, setiap fase terdiri atas 1 sampai 3 kelas. Sebagai contoh, pada jenjang SD, satu fase terdiri atas 2 kelas. Alur tujuan pembelajaran dikembangkan untuk setiap CP. Dengan demikian, alur tujuan pembelajaran untuk Fase A, misalnya, harus disusun untuk 2 tahun (Kelas I dan Kelas II). Oleh karena itu, dalam menyusun alur tujuan pembelajaran, pendidik perlu berkolaborasi dengan pendidik lain yang mengajar dalam fase yang sama agar tujuan pembelajarannya berkesinambungan. 

Pendidik dapat menggunakan contoh alur tujuan pembelajaran yang telah tersedia, atau memodifikasi contoh alur tujuan pembelajaran menyesuaikan kebutuhan peserta didik, karakteristik dan kesiapan satuan pendidikan. Selain itu, pendidik dapat menyusun alur tujuan pembelajaran secara mandiri sesuai dengan kesiapan satuan pendidikan. Tidak ada format komponen yang ditetapkan oleh pemerintah. Komponen alur tujuan pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan satuan pendidikan yang mudah dimengerti oleh pendidik.

Catatan khusus untuk jenjang dan jenis tertentu:
Untuk PAUD, esensi alur tujuan pembelajaran adalah perencanaan pembelajaran berdasarkan laju perkembangan anak dan dikembangkan oleh masing-masing satuan agar dapat mencapai CP. Satuan pendidikan dapat memilih untuk menyusun alur tujuan pembelajaran atau tidak dan alur tujuan pembelajaran dapat dikembangkan dengan pendekatan yang paling sesuai pada masing-masing satuan pendidikan. 

D. Merencanakan pembelajaran dan asesmen

Rencana pembelajaran dirancang untuk memandu guru melaksanakan pembelajaran sehari-hari untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dengan demikian, rencana pembelajaran disusun berdasarkan alur tujuan pembelajaran yang digunakan pendidik sehingga bentuknya lebih rinci dibandingkan alur tujuan pembelajaran. Perlu diingatkan kembali bahwa alur tujuan pembelajaran tidak ditetapkan oleh pemerintah sehingga pendidik yang satu dapat menggunakan alur tujuan pembelajaran yang berbeda dengan pendidik lainnya meskipun mengajar peserta didik dalam fase yang sama. Oleh karena itu, rencana pembelajaran yang dibuat masingmasing pendidik pun dapat berbeda-beda, terlebih lagi karena rencana pembelajaran ini dirancang dengan memperhatikan berbagai
faktor lainnya, termasuk faktor peserta didik yang berbeda, lingkungan sekolah, ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran, dan lainlain. Setiap pendidik perlu memiliki rencana pembelajaran untuk membantu mengarahkan proses pembelajaran mencapai CP. Rencana pembelajaran ini dapat berupa: (1) rencana pelaksanaan pembelajaran atau yang dikenal sebagai RPP atau (2) dalam bentuk modul ajar. Apabila pendidik menggunakan modul ajar, maka ia tidak perlu membuat RPP karena komponen-komponen dalam modul ajar meliputi komponen-komponen dalam RPP atau lebih lengkap daripada RPP. Komponen yang dimaksud tertera pada Tabel 3.4. berikut ini:

 

Tabel 3.4 menunjukkan perbedaan komponen yang perlu termuat dalam kedua dokumen perencanaan pembelajaran yang digunakan pendidik sehari-hari. Terlihat bahwa komponen yang harus ada (komponen minimum) dalam rencana pelaksanaan pembelajaran lebih sederhana, fokus mendokumentasikan rencana. Sementara dalam modul ajar, perencanaan dilengkapi dengan media yang digunakan, termasuk juga instrumen asesmennya. Oleh karena modul ajar lebih lengkap daripada rencana pelaksanaan pembelajaran, maka pendidik yang menggunakan modul ajar untuk mencapai satu atau lebih tujuan pembelajaran tidak perlu lagi mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran. Pemerintah menyediakan contoh-contoh rencana pelaksanaan pembelajaran dan modul ajar. Pendidik dapat menggunakan dan/ atau menyesuaikan contoh-contoh tersebut dengan kebutuhan peserta didik. Untuk pendidik yang merancang rencana pelaksanaan pembelajarannya sendiri, maka komponenkomponen dalam Tabel 3.4 harus termuat, dan dapat ditambahkan dengan komponen lainnya sesuai dengan kebutuhan pendidik, peserta didik, dan kebijakan satuan pendidikan. Merancang Modul Ajar Sebagaimana terlihat dalam Tabel 3.4, modul ajar sekurang-kurangnya yang berisi tujuan, langkah, media pembelajaran, asesmen, serta informasi dan referensi belajar lainnya yang dapat membantu pendidik dalam melaksanakan pembelajaran. Satu modul ajar biasanya berisi rancangan pembelajaran untuk satu tujuan pembelajaran berdasarkan alur tujuan pembelajaran yang telah disusun. 

Modul ajar dalam Kurikulum Merdeka ditujukan untuk membantu pendidik mengajar secara lebih fleksibel dan kontekstual, tidak selalu menggunakan buku teks pelajaran. Modul ajar dapat menjadi pilihan lain atau alternatif strategi pembelajaran. Oleh karena itu, sebelum merancang modul ajar, pendidik perlu mempertimbangkan beberapa hal berikut. a. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran tertentu, apakah merujuk pada buku teks saja sudah cukup atau perlu menggunakan modul ajar? b. Jika membutuhkan modul ajar, apakah dapat menggunakan modul ajar yang telah disediakan, memodifikasi modul ajar yang disediakan, atau perlu membuat modul ajar baru? Apabila berdasarkan kedua pertanyaan di atas pendidik menyimpulkan bahwa modul ajar tidak dibutuhkan atau modul ajar yang disediakan dapat digunakan dengan penyesuaian-penyesuaian tertentu, maka ia tidak perlu merancang modul ajar yang baru. Komponen minimum modul ajar telah disampaikan dalam Tabel 3.4, namun bila diperlukan, pendidik juga dapat menambah komponen, misalnya dengan menyusun modul ajar dengan struktur sebagaimana tercantum pada Tabel 3.5 berikut. 

Pendidik memiliki keleluasaan untuk memilih dan memodifikasi contoh-contoh modul ajar yang tersedia atau mengembangkan modul ajar sendiri, sesuai dengan konteks, kebutuhan, dan karakteristik peserta didik. 

Pertanyaan-pertanyaan reflektif berikut ini dapat digunakan pendidik dalam proses perancangan modul ajar. 

Bagaimana agar perhatian peserta didik senantiasa fokus dan mereka terus bersemangat sepanjang kegiatan pembelajaran? 

  • Bagaimana saya sebagai pendidik akan membantu setiap individu peserta didik memahami pembelajaran? 
  • Bagaimana saya akan mendorong peserta didik untuk melakukan refleksi, mempelajari lagi, memperbaiki, dan berpikir ulang tentang konsep atau materi pelajaran yang telah mereka pelajari? 
  • Bagaimana peserta didik dapat menunjukkan pemahaman mereka dan melakukan evaluasi diri yang berarti setelah mempelajari materi ini? 
  • Bagaimana saya akan menyesuaikan langkah dan/atau materi pelajaran berdasarkan keunikan dan kebutuhan masing-masing peserta didik? 
  • Bagaimana saya akan mengelola pengalaman belajar yang mendorong peserta didik untuk menjadi pelajar yang aktif dan mandiri? 

 

 

Bagaimana kekhasan modul ajar pada berbagai jenjang?
PAUD. Rencana pembelajaran/modul ajar pada PAUD merupakan dokumen yang setidaknya memuat komponen tujuan pembelajaran, langkah-langkah kegiatan, serta asesmen yang dibutuhkan dalam satu unit/topik berdasarkan alur tujuan pembelajaran atau pada rentang waktu yang telah ditentukan. 
Pendidikan Khusus. Pengembangan modul ajar, selain sesuai dengan struktur dan komponen di atas, juga sesuai dengan kebutuhan peserta didik berdasarkan hasil asesmen diagnostik sehingga pengembangan modul ajar dimungkinkan dapat terjadi lintas fase dan elemen.

Pendidikan Kesetaraan. Penyusunan langkah-langkah pembelajaran memperhatikan bentuk pembelajaran, yakni tatap muka, tutorial, mandiri ataupun kombinasi secara proporsional dari ketiganya. Pada modul ajar ini, komponen jam pelajaran mengacu pada pemetaan SKK pada tiap  mata pelajaran yang dilakukan oleh satuan pendidikan. Satu SKK adalah satu satuan kompetensi yang dicapai melalui pembelajaran 1 (satu) jam tatap muka atau 2 (dua) jam tutorial atau 3 (tiga) jam mandiri, atau kombinasi secara proporsional dari ketiganya. Satu jam tatap muka yang dimaksud adalah satu jam pembelajaran, yaitu sama dengan 35 (tiga puluh lima) menit untuk Program Paket A, 40 (empat puluh) menit untuk Program Paket B, dan 45 (empat puluh lima) menit untuk Program Paket C.

SMK, Pada mata pelajaran kejuruan, khususnya mata pelajaran konsentrasi keahlian, modul ajar dilengkapi dengan bahan ajar atau lembar kerja atau latihan-latihan sesuai dengan konsentrasi atau keahlian yang akan dipelajari oleh peserta didik. Modul ajar dapat disusun berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan/atau disusun bersama mitra dunia kerja. 

Rencana Asesmen dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Atau Modul Ajar 
Sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 3.4, baik dalam rencana pelaksanaan pembelajaran maupun modul ajar, rencana asesmen perlu disertakan dalam perencanaan pembelajaran. Dalam modul ajar, rencana asesmen ini dilengkapi dengan instrumen serta cara melakukan penilaiannya. Dalam dunia pedagogi dan asesmen, terdapat banyak teori dan pendekatan asesmen. Bagian ini menjelaskan konsep asesmen yang dianjurkan dalam Kurikulum Merdeka. Sebagaimana dinyatakan dalam Prinsip Pembelajaran dan Asesmen (Bab II), asesmen adalah aktivitas yang menjadi kesatuan dalam proses pembelajaran. Asesmen dilakukan untuk mencari bukti ataupun dasar pertimbangan tentang ketercapaian tujuan pembelajaran. Maka dari itu, pendidik dianjurkan untuk melakukan asesmen-asesmen berikut ini: 
1. Asesmen formatif, yaitu asesmen yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi pendidik dan peserta didik untuk memperbaiki proses belajar.
 
a. Asesmen di awal pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui kesiapan peserta didik untuk mempelajari materi ajar dan mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan. Asesmen ini termasuk dalam kategori asesmen formatif karena ditujukan untuk kebutuhan guru dalam merancang pembelajaran, tidak untuk keperluan penilaian hasil belajar peserta didik yang dilaporkan dalam rapor. 
b. Asesmen di dalam proses pembelajaran yang dilakukan selama proses pembelajaran untuk mengetahui perkembangan peserta didik dan sekaligus pemberian umpan balik yang cepat. Biasanya asesmen ini dilakukan sepanjang atau di tengah kegiatan/langkah pembelajaran, dan dapat juga dilakukan di akhir langkah pembelajaran. Asesmen ini juga termasuk dalam kategori asesmen formatif. 

2. Asesmen sumatif, yaitu asesmen yang dilakukan untuk memastikan ketercapaian keseluruhan tujuan pembelajaran. Asesmen ini dilakukan pada akhir proses pembelajaran atau dapat juga dilakukan sekaligus untuk dua atau lebih tujuan pembelajaran, sesuai dengan pertimbangan pendidik dan kebijakan satuan pendidikan. Berbeda dengan asesmen formatif, asesmen sumatif menjadi bagian dari perhitungan penilaian di akhir semester, akhir tahun ajaran, dan/atau akhir jenjang. 

Kedua jenis asesmen ini tidak harus digunakan dalam suatu rencana pelaksanaan pembelajaran atau modul ajar, tergantung pada cakupan tujuan pembelajaran. 

Pendidik adalah sosok yang paling memahami kemajuan belajar peserta didik sehingga pendidik perlu memiliki kompetensi dan keleluasaan untuk melakukan asesmen agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik masingmasing.  Keleluasaan tersebut mencakup perancangan asesmen, waktu pelaksanaan, penggunaan teknik dan instrumen asesmen,  penentuan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran, dan pengolahan hasil asesmen. Termasuk dalam keleluasaan ini adalah keputusan tentang penilaian tengah semester. Pendidik dan satuan pendidikan berwenang untuk memutuskan perlu atau tidaknya melakukan penilaian tersebut. 

Pendidik perlu memahami prinsip-prinsip asesmen yang disampaikan dalam Bab II, di mana salah satu prinsipnya mendorong penggunaan berbagai bentuk asesmen, bukan hanya tes tertulis, agar pembelajaran bisa lebih terfokus pada kegiatan yang  bermakna serta informasi atau umpan balik dari asesmen tentang kemampuan peserta didik juga menjadi lebih kaya dan bermanfaat dalam proses perancangan pembelajaran berikutnya. 

Untuk dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran dan asesmen sesuai arah kebijakan Kurikulum Merdeka, berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang asesmen formatif dan asesmen sumatif sebagai acuan.

 
Asesmen Formatif

Penilaian atau asesmen formatif bertujuan untuk memantau dan memperbaiki proses pembelajaran, serta mengevaluasi pencapaian tujuan pembelajaran. Asesmen ini dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik, hambatan atau kesulitan yang mereka hadapi, dan juga untuk mendapatkan informasi perkembangan peserta didik. Informasi tersebut merupakan umpan balik bagi peserta didik dan juga pendidik. 

■ Bagi peserta didik, asesmen formatif berguna untuk berefleksi, dengan memonitor kemajuan belajarnya, tantangan yang dialaminya, serta langkahlangkah yang perlu ia lakukan untuk meningkatkan terus capaiannya. Hal ini merupakan proses belajar yang penting untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat. 

■ Bagi pendidik, asesmen formatif berguna untuk merefleksikan strategi pembelajaran yang digunakannya, serta untuk meningkatkan efektivitasnya dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Asesmen ini juga memberikan informasi tentang kebutuhan belajar individu peserta didik yang diajarnya.

Agar asesmen memberikan manfaat tersebut kepada peserta didik dan pendidik, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan pendidik dalam merancang asesmen formatif, antara lain sebagai berikut: 

  • Asesmen formatif tidak berisiko tinggi (high stake). Asesmen formatif dirancang untuk tujuan pembelajaran dan tidak seharusnya digunakan untuk menentukan nilai rapor, keputusan kenaikan kelas, kelulusan, atau keputusan-keputusan penting lainnya. 
  • Asesmen formatif dapat menggunakan berbagai teknik dan/atau instrumen. Suatu asesmen dikategorikan sebagai asesmen formatif apabila tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas proses belajar. 
  • Asesmen formatif dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga asesmen formatif dan pembelajaran menjadi suatu kesatuan. 
  • Asesmen formatif dapat menggunakan metode yang sederhana, sehingga umpan balik hasil asesmen tersebut dapat diperoleh dengan cepat. 
  • Asesmen formatif yang dilakukan di awal pembelajaran akan memberikan informasi kepada pendidik tentang kesiapan belajar peserta didik. Berdasarkan asesmen ini, pendidik perlu menyesuaikan/memodifikasi rencana pelaksanaan pembelajarannya dan/ atau membuat diferensiasi pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
  • Instrumen asesmen yang digunakan dapat memberikan informasi tentang kekuatan, hal-hal yang masih perlu ditingkatkan oleh peserta didik dan mengungkapkan cara untuk meningkatkan kualitas tulisan, karya atau performa yang diberi umpan balik. Dengan demikian, hasil asesmen tidak sekadar sebuah angka.
 
Contoh-contoh pelaksanaan asesmen formatif.
  • Pendidik memulai kegiatan tatap muka dengan memberikan pertanyaan berkaitan dengan konsep atau topik yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. 
  • Pendidik mengakhiri kegiatan pembelajaran di kelas dengan meminta peserta didik untuk menuliskan 3 hal tentang konsep yang baru mereka pelajari, 2 hal yang ingin mereka pelajari lebih mendalam, dan 1 hal yang mereka belum pahami. 
  • Kegiatan percobaan dilanjutkan dengan diskusi terkait proses dan hasil percobaan, kemudian pendidik memberikan umpan balik terhadap pemahaman peserta didik.
  • Pendidik memberikan pertanyaan tertulis, kemudian setelah selesai menjawab pertanyaan,  peserta didik diberikan kunci jawabannya sebagai acuan melakukan penilaian diri. 
  • Penilaian diri, penilaian antarteman, pemberian umpan balik antar teman dan refleksi. Sebagai contoh, peserta didik diminta untuk menjelaskan secara lisan atau tulisan (misalnya, menulis surat untuk teman) tentang konsep yang baru dipelajari. 
  • Pada PAUD, pelaksanaan asesmen formatif dapat dilakukan dengan melakukan observasi terhadap perkembangan anak saat melakukan kegiatan bermain-belajar.
  • Pada pendidikan khusus, pelaksanaan asesmen diagnostik dilakukan untuk menentukan fase pada peserta didik sehingga pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik, misalnya: salah satu peserta didik pada kelas X SMALB (Fase E) berdasarkan hasil asesmen diagnostik berada pada Fase C sehingga pembelajaran peserta didik tersebut tetap mengikuti hasil asesmen diagnostik yaitu Fase C

 

 

Asesmen Sumatif

Penilaian atau asesmen sumatif pada jenjang pendidikan dasar dan menengah bertujuan untuk menilai pencapaian tujuan pembelajaran dan/atau CP peserta didik sebagai dasar penentuan kenaikan kelas dan/atau kelulusan dari satuan pendidikan. Penilaian pencapaian hasil belajar peserta didik dilakukan dengan membandingkan pencapaian hasil belajar peserta didik dengan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran. Sementara itu, pada pendidikan anak usia dini, asesmen sumatif digunakan untuk mengetahui capaian perkembangan peserta didik dan bukan sebagai hasil evaluasi untuk penentuan kenaikan kelas atau kelulusan. Asesmen sumatif berbentuk laporan hasil belajar yang berisikan laporan pencapaian pembelajaran dan dapat ditambahkan dengan informasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Adapun asesmen sumatif dapat berfungsi untuk:

• alat ukur untuk mengetahui pencapaian hasil belajar peserta didik dalam satu atau lebih tujuan pembelajaran di  periode tertentu;

• mendapatkan nilai capaian hasil belajar untuk dibandingkan dengan kriteria capaian yang telah ditetapkan; dan menentukan kelanjutan proses belajar siswa di kelas atau jenjang berikutnya. 

Asesmen sumatif dapat dilakukan setelah pembelajaran berakhir, misalnya pada akhir satu lingkup materi (dapat terdiri atas satu atau lebih tujuan pembelajaran), pada akhir semester  dan pada akhir fase; khusus asesmen pada akhir semester, asesmen ini bersifat pilihan. Jika pendidik merasa masih memerlukan konfirmasi atau informasi tambahan untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik, maka dapat melakukan asesmen pada akhir semester.  Sebaliknya, jika pendidik merasa bahwa data hasil asesmen yang diperoleh selama 1 semester telah mencukupi, maka tidak perlu melakukan asesmen pada akhir semester.  Hal yang perlu ditekankan, untuk asesmen sumatif, pendidik dapat menggunakan teknik dan instrumen yang beragam, tidak hanya berupa tes, namun dapat menggunakan observasi dan performa (praktik, menghasilkan produk, melakukan projek, dan membuat portofolio).

Merencanakan Asesmen

Apabila pendidik menggunakan modul ajar yang disediakan, maka ia tidak perlu membuat perencanaan asesmen. Namun, bagi pendidik yang mengembangkan sendiri rencana pelaksanaan pembelajaran dan/atau modul ajar, ia perlu merencanakan asesmen formatif yang akan digunakan.

• Rencana asesmen dimulai dengan perumusan tujuan asesmen. Tujuan ini tentu berkaitan erat dengan tujuan pembelajaran.

• Setelah tujuan dirumuskan, pendidik memilih dan/atau mengembangkan instrumen asesmen sesuai tujuan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih/mengembangkan instrumen,  antara lain: karakteristik peserta didik, kesesuaian asesmen dengan rencana/ tujuan pembelajaran dan tujuan asesmen, kemudahan penggunaan instrumen untuk memberikan umpan balik kepada peserta didik dan pendidik.

Berikut adalah contoh instrumen penilaian atau asesmen yang dapat menjadi inspirasi bagi pendidik, yaitu:

Pedoman yang dibuat untuk menilai dan mengevaluasi kualitas capaian kinerja peserta didik sehingga pendidik dapat menyediakan bantuan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja. Rubrik juga dapat digunakan oleh pendidik untuk memusatkan perhatian pada kompetensi yang harus dikuasai. Capaian kinerja dituangkan dalam bentuk kriteria atau dimensi yang akan dinilai yang dibuat secara bertingkat dari kurang sampai terbaik.

Daftar informasi, data, ciri-ciri, karakteristik, atau elemen yang dituju.

Catatan singkat hasil observasi yang difokuskan pada performa dan perilaku yang menonjol, disertai latar belakang kejadian dan hasil analisis atas observasi yang dilakukan.

Grafik atau infografik yang menggambarkan tahap perkembangan belajar.

Instrumen asesmen  dapat dikembangkan berdasarkan teknik penilaian yang  digunakan oleh pendidik. Di bawah ini diuraikan contoh teknik asesmen yang dapat diadaptasi, yaitu : 

Penilaian peserta didik yang dilakukan secara berkesinambungan melalui pengamatan perilaku yang diamati secara berkala. Observasi dapat difokuskan untuk semua peserta didik atau per individu. Observasi dapat dilakukan dalam tugas atau aktivitas rutin/harian.

Penilaian yang menuntut peserta didik untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuannya ke dalam berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Asesmen kinerja dapat berupa praktik, menghasilkan produk, melakukan projek, atau membuat portofolio.

Kegiatan penilaian terhadap suatu tugas meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan, yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu.

Tes dengan soal dan jawaban disajikan secara tertulis untuk mengukur atau memperoleh informasi tentang kemampuan peserta didik. Tes tertulis dapat berbentuk esai, pilihan ganda, uraian, atau bentuk-bentuk tes tertulis lainnya.

Pemberian soal/pertanyaan yang menuntut peserta didik menjawab secara lisan, dan dapat diberikan secara klasikal ketika pembelajaran.

Pemberian tugas kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan dan memfasilitasi peserta didik memperoleh atau meningkatkan pengetahuan.`

Kumpulan dokumen hasil penilaian, penghargaan, dan karya peserta didik dalam bidang tertentu yang mencerminkan perkembangan (reflektif-integratif) dalam kurun waktu tertentu.

Asesmen dapat dilakukan secara berbeda di jenjang tertentu, sesuai dengan karakteristiknya. Untuk jenjang PAUD, teknik penilaian tidak menggunakan tes tertulis, melainkan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kondisi satuan PAUD, dengan menekankan pengamatan pada anak secara autentik sesuai preferensi satuan pendidikan. Ragam bentuk asesmen yang dapat dilakukan, antara lain: catatan anekdot, ceklis, hasil karya, portofolio, dokumentasi, dll. 

Untuk pendidikan khusus, asesmen cenderung lebih beragam karena perlu pendekatan individual. Pada Pendidikan Kesetaraan, asesmen mata pelajaran keterampilan dapat berbentuk observasi, demonstrasi, tes lisan, tes tulis, portofolio, dan/atau uji kompetensi pada lembaga sertifikasi dan kompetensi.  Sementara itu pada SMK, terdapat  bentuk penilaian atau asesmen khas yang membedakan dengan jenjang yang lain, yaitu:


a. Asesmen Praktik Kerja Lapangan (PKL)
  • Asesmen/pengukuran terhadap capaian pembelajaran selama melaksanakan pembelajaran di dunia kerja, meliputi substansi kompetensi ataupun budaya kerja. 
  • Asesmen dilakukan oleh pembimbing/ instruktur dari dunia kerja dan atau bersama dengan guru pendamping.
  • Hasil asesmen disampaikan pada rapor dengan mencantumkan keterangan industri tentang kinerja secara keseluruhan berdasarkan jurnal PKL, sertifikat, atau surat keterangan praktek kerja lapangan dari dunia kerja. 
  • Mendorong peserta didik berkinerja baik saat melakukan pembelajaran di dunia kerja serta memberikan kebanggaan pada peserta didik.
b. Uji Kompetensi Kejuruan

• Asesmen terhadap pencapaian kualifikasi jenjang 2 (dua) atau 3 (tiga) pada KKNI yang dilaksanakan di akhir masa studi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP-P1/LSP-2/LSP-3), Panitia Teknis Uji Kompetensi (PTUK), atau satuan pendidikan yang terakreditasi bersama dengan dunia kerja. 

• Dapat memperhitungkan paspor keterampilan (skills passport) yang diperoleh  pada tahap pembelajaran sebelumnya. 

• Dapat berupa observasi, demonstrasi, tes lisan, tes tulis, dan/atau portofolio sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh dunia kerja, LSP, dan/atau PTUK. 

• Hasil dari uji kompetensi adalah predikat capaian kompetensi sebagaimana ditetapkan oleh penyelenggara dan sertifikat keahlian untuk menghadapi dunia kerja.

 
c. Ujian Unit Kompetensi

• Asesmen terhadap pencapaian satu atau beberapa unit kompetensi untuk mencapai kemampuan melaksanakan satu bidang pekerjaan spesifik. 

• Ujian Unit Kompetensi dapat mengujikan beberapa unit kompetensi yang membentuk 1 (satu) Skema Sertifikasi. 

• Ujian Unit Kompetensi dapat dilaksanakan setiap tahun atau semester oleh satuan pendidikan terakreditasi. 

• Dapat berupa observasi, demonstrasi, tes lisan, tes tulis, dan/atau portofolio.

• Mendorong pendidik melaksanakan pembelajaran tuntas (mastery learning) pada materi kejuruan. Pembelajaran tuntas dalam hal ini pembelajaran yang menekankan pada pemenuhan unit atau elemen kompetensi sesuai dengan SKKNI. 

• Hasil dari ujian unit kompetensi adalah predikat capaian kompetensi sebagaimana ditetapkan oleh penyelenggara, sertifikat keahlian, dan/atau skill passport sebagai bekal menghadapi Uji Kompetensi Keahlian di akhir masa pembelajaran.  

Sumber :  
Anggraena, Yogi dkk 2022 – Panduan Pembelajaran dan Asesmen  Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah – Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Republik Indonesia. Jakarta.

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments