Ki Hajar Dewantara adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah pendidikan Indonesia. Beliau dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan pendiri Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang berdiri pada tahun 1922 sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda. Ki Hajar Dewantara lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dari keluarga keraton. Beliau menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Belanda (ELS) dan STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), namun tidak menyelesaikannya karena sakit. Beliau kemudian bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar dan terlibat dalam pergerakan nasional melawan penjajahan Belanda. Pada tahun 1912, beliau bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo mendirikan Indische Partij, partai politik pertama yang menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1913, beliau ditangkap dan dibuang ke Negeri Belanda karena menulis artikel “Als Ik Eens Nederlander Was” (Andai Aku Seorang Belanda) yang mengkritik pemerintah kolonial.

Di Negeri Belanda, Ki Hajar Dewantara belajar banyak tentang filsafat, budaya, dan pendidikan dari berbagai sumber. Beliau juga bertemu dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya seperti Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Tan Malaka. Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1919, beliau mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara untuk menunjukkan identitasnya sebagai orang Jawa yang melepaskan gelar bangsawannya. Beliau kemudian mendirikan Taman Siswa dengan visi “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang artinya “Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”. Taman Siswa merupakan sekolah yang berbasis pada nilai-nilai kebangsaan, kebudayaan, dan kemanusiaan yang menghormati kodrat alam dan kodrat zaman anak-anak sebagai peserta didik.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan sangat relevan hingga saat ini karena beliau memandang pendidikan sebagai usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya. Tujuan pendidikan menurut beliau adalah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harus bersifat holistik dan seimbang antara cipta (kognitif), rasa (afektif), karsa (konatif), dan karya (psikomotor). Pendidikan juga harus berorientasi pada anak dengan cara menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada mereka sesuai dengan bakat minat mereka. Pendidikan juga harus mengembangkan budi pekerti atau karakter anak-anak agar mereka menjadi manusia-manusia paripurna.

Salah satu implementasi pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan adalah konsep pembelajaran tematik integratif yang diterapkan dalam kurikulum 2013. Konsep ini bertujuan untuk mengintegrasikan berbagai aspek pendidikan, seperti kodrat alam, kodrat zaman, budi pekerti, dan kebudayaan dalam membentuk manusia Indonesia yang berkarakter dan berdaya saing.

Ki Hajar Dewantara adalah salah satu tokoh pendidikan nasional yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Beliau dikenal sebagai pendiri Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan alternatif yang menentang sistem pendidikan kolonial Belanda. Beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan Pertama Republik Indonesia pada masa awal kemerdekaan.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan sangat relevan dan aktual hingga saat ini. Beliau memiliki visi bahwa pendidikan adalah usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya. Beliau juga memiliki misi bahwa pendidikan harus menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Ki Hajar Dewantara mengembangkan beberapa konsep dasar dalam pemikiran pendidikannya, yaitu:

– Kodrat Alam: Konsep ini mengacu pada hakikat manusia sebagai makhluk alam yang memiliki potensi dan bakat yang berbeda-beda. Pendidik harus menghormati dan mengembangkan kodrat alam anak didik sesuai dengan minat dan kemampuan mereka tanpa memaksakan atau membatasi.
– Kodrat Zaman: Konsep ini mengacu pada tuntutan zaman yang selalu berubah dan berkembang. Pendidik harus menyadari dan menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Pendidik juga harus membekali anak didik dengan keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan zaman.
– Budi Pekerti: Konsep ini mengacu pada pembentukan karakter atau watak anak didik yang mencerminkan perpaduan antara cipta (pikiran), rasa (perasaan), karsa (kehendak), dan karya (tindakan). Pendidik harus memberikan contoh dan teladan yang baik kepada anak didik serta memberikan bimbingan moral dan etika.
– Kebudayaan: Konsep ini mengacu pada nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi landasan dari peradaban bangsa. Pendidik harus menjaga dan melestarikan kebudayaan nasional sekaligus membuka diri terhadap kebudayaan asing yang positif. Pendidik juga harus menumbuhkan rasa cinta tanah air, bangsa, dan negara kepada anak didik.

Dengan menerapkan konsep-konsep tersebut dalam praktik pendidikan di sekolah maupun di rumah, diharapkan dapat melahirkan generasi penerus bangsa yang cerdas, berkarakter, mandiri, kreatif, inovatif, kompetitif, toleran, demokratis, dan bertanggung jawab.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan merupakan warisan berharga bagi bangsa Indonesia. Beliau telah memberikan sumbangsih besar bagi kemajuan dunia pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, marilah kita menghargai jasa beliau yang telah memberikan sumbangsih besar bagi dunia pendidikan Indonesia. Pemikiran Ki Hajar Dewantara yang tak lekang zaman masih relevan dan bermanfaat hingga saat ini dan di masa depan.

Ki Hajar Dewantara adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Beliau adalah pendiri Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang berdiri pada tahun 1922 sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda yang diskriminatif dan mengekang potensi bangsa Indonesia. Beliau juga menjabat sebagai menteri pendidikan pertama Republik Indonesia pada masa awal kemerdekaan.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan sangat mendalam dan komprehensif. Beliau mengembangkan konsep trisakti dalam pendidikan, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo (menjadi teladan bagi orang lain), Ing Madyo Mangun Karso (membangkitkan semangat orang lain), dan Tut Wuri Handayani (memberi dukungan dari belakang). Konsep ini menunjukkan bahwa pendidik harus memiliki peran aktif, kreatif, dan inspiratif dalam membimbing anak didik agar dapat berkembang sesuai dengan kodratnya.

Beliau juga menekankan pentingnya budi pekerti dalam pendidikan, yaitu pembentukan karakter yang harmonis antara cipta (pikiran), rasa (perasaan), dan karsa (kehendak) sehingga menciptakan karya (perbuatan) yang bermutu. Budi pekerti adalah dasar dari kebudayaan, yang merupakan tujuan akhir dari pendidikan. Pendidikan harus mampu mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dalam diri anak didik agar mereka dapat hidup bermasyarakat dengan baik.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan juga sangat berorientasi pada anak. Beliau mengajarkan bahwa anak adalah titipan Tuhan yang harus dihormati dan dikasihi sebagai manusia utuh. Pendidik harus berhamba pada anak, bukan memerintah atau memaksakan kehendaknya. Pendidik harus mendekati anak dengan suci hati dan memberinya ruang untuk berekspresi sesuai dengan minat dan bakatnya. Pendidik juga harus menjadi sahabat bagi anak, bukan hanya guru atau pengajar.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan sangat visioner dan progresif. Beliau telah memberikan landasan filosofis bagi perkembangan pendidikan nasional Indonesia yang berwawasan kebangsaan, demokratis, humanis, dan budaya. Pemikiran beliau masih relevan hingga saat ini karena mengandung nilai-nilai universal yang dapat diterapkan di berbagai konteks dan situasi. Pemikiran beliau juga masih bermanfaat untuk menghadapi tantangan-tantangan zaman yang semakin kompleks dan dinamis.

Oleh karena itu, marilah kita menghargai jasa beliau dengan menjadikan pemikiran-pemikirannya sebagai sumber inspirasi dan motivasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Marilah kita meneruskan cita-cita beliau untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan yang berkarakter, berbudaya, dan bermartabat.

Referensi:

https://www.kompasiana.com/epinsupini/6283908bbb44862a735dd4e2/p

 

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments